Entri Populer

Kamis, 22 Desember 2011

IUFD


Batasan IUFD

Kematian janin dalam kandungan disebut Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua. Jika terjadi pada trimester pertama disebut keguguran atau abortus.

IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu. (Rustam Muchtar, 1998)

 IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. (Sarwono, 2005)

Patofisiologi
Menurut dr Botefilia SpOG, Spesialis Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian janin dalam kandungan, antara lain:
1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
2. Preeklampsia dan eklampsia
3. Perdarahan


Waspada jika ibu mengalami perdarahan hebat akibat plasenta previa (plasenta yang menutupi jalan lahir) atau solusio plasenta (terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya di dalam uterus sebelum bayi dilahirkan). Otomatis Hb janin turun dan bisa picu kematian janin.

4. Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.

5. Ketidakcocokan golongan darah ibu dan janin
Terutama pada golongan darah A, B, O. Kerap terjadi golongan darah anak A atau B, sedangkan Moms bergolongan O atau sebaliknya. Pasalnya, saat masih dalam kandungan darah ibu dan janin akan saling mengalir lewat plasenta. Bila darah janin tidak cocok dengan darah ibunya, maka Moms akan membentuk zat antibodi.

6. Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan, apalagi hanya pada satu arah saja,  bisa mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.

7. Gawat janin
Bila air ketuban habis otomatis tali pusat terkompresi antara badan janin dengan ibunya. Kondisi ini bisa mengakibatkan janin ‘tercekik’ karena suplai oksigen dari Moms ke janin terhenti. Gejalanya dapat diketahui melalui cardiotopografi (CTG). Mula-mula detak jantung janin kencang, lama-kelamaan malah menurun hingga di bawah rata-rata.

8. Kehamilan lewat waktu (postterm)
Kehamilan lebih dari 42 minggu.Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.

9. Infeksi saat hamil
Saat hamil sebaiknya menjaga kondisi tubuh dengan baik guna menghindari berbagai infeksi bakteri atau virus. Bahkan, demam tinggi pada ibu bisa mengakibatkan janin tidak tahan akan panas tubuh ibunya.

10. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.

Etiologi dan Faktor Predisposisi
Adapun penyebab IUFD:
  1. perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta
  2. pre eklamsi dan eklamsi
  3. penyakit kelainan darah
  4. penyakit infeksi menular
  5. penyakit saluran kencing
  6. penyakit endokrin sperti DM dan hipertiroid
  7. malnutrisi
Faktor predisposisi IUFD

a. Factor ibu (High Risk Mothers)
  1. status social ekonomi yang rendah
  2. tingkat pendidikan ibu yang rendah
  3. umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
  4. paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
  5.  tinggi dan BB ibu tidak proporsional
  6. kehamilan di luar perkawinan
  7. kehamilan tanpa pengawasan antenatal
  8. ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
  9. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
  10. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
b. factor Bayi (High Risk Infants)
  1. bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
  2. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
  3. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
c. factor yang berhubungan dengan kehamilan
  1. abrupsio plasenta
  2. plasenta previa
  3. preeklamsi / eklamsi
  4. polihidramnion
  5. inkompatibilitas golongan darah
  6. kehamilan lama
  7. kehamilan ganda
  8. infeksi
  9. diabetes
  10. genitourinaria

Diagnosis/Gejala

1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar

2. Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin

3. palpasi
  • TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
  • Tidak teraba gerakan janin
  • Krepitasi pada tulang kepala janin
4.Auskultasi
DJJ (-)

5. Reaksi kehamilan
test kehamilan (-)

6. Rontgen foto abdomen
  1. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
  2. Tanda nojosk     : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
  3. Tanda gernard     : hiperekstensi kepala janin
  4. dTanda spalding     : overlapping sutura
7. USG  
  • Gerak anak tidak ada
  • Denyut jantung anak tidak ada
  • Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
8.Laboratorium
  1. Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
  2. Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan sebagai berikut :
a.    Rigor mortis
Berlangsung 21/2  jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b.    Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c.    Maserasi Tingkat II
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,  jam setelah anak mati.
d.    Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.

Komplikasi

Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak memvbahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen  < 100 mg%).
Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya. Bila ketuban telah pecah, kemungkinan infeksi meninggi.

Penanganan

1. Terapi
a.    Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b.    Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c.    Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan.
1)    Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan:
•    Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
•    Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.
Tindakan:
•    Kuretasi vakum
•    Kuretase tajam
•    Dilatasi dan kuretasi tajam
2)    Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu
•    Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
•    Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
•    Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
3)    Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 20 – 28 minggu
•    Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
•    Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
•    Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
•    Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
•    Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
4)    Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 28 minggu kehamilan
•    Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
•    Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD).
•    Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
•    Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.

2 .periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar